Perlukah 'Kungfu' Dalam Ruqyah? Meruqyah Pasien Dengan Reaksi Frontal & Keras
‘KUNGFU’ RUQYAH
Maret 2013, Qadarullah saya berkesempatan bertemu dengan sahabat-sahabat peruqyah di salah satu klinik di Banjarmasin. Pelatihan ruqyah dengan pendekatan sedikit berbeda dengan yang lazim terjadi diwaktu itu di Banjarmasin.
Pada saat ramah tamah sebelum pelatihan, salah satu senior disana menyampaikan bahwa peruqyah perlu punya fisik kuat dan bila perlu belajar beladiri karena reaksi pasien kadang diluar dugaan dan butuh beladiri untuk ‘melumpuhkan’ jin nya. Hmmmm…iya kayaknya Ust, jawab saya sambil bercanda.
Pada hari kedua saat sesi istirahat datanglah salah satu panitia, minta diruqyah.
Pernah diruqyah mas? tanya saya.
“Alhamdulillah sering”, jawabnya sambil tersenyum.
Saya lihat beberapa ikhwan ikut duduk disekitar kami berdua.ada 4 atau 5 orang ikhwan.
“Apa reaksinya waktu ruqyah terakhir?” tanya saya.
“Reaksi keras ustadz, melawan, mengamuk dan menyerang. Selalu begitu reaksinya setiap kali ruqyah. Saking kerasnya reaksi saya, saat ruqyah, saya dikeroyok dan memang perlu beberapa orang bantu megangin saya. Karena kalo tidak dipegangi, saya akan menyerang peruqyahnya.” Jawabnya.
Dia melanjutkan,”sebenarnya saya agak ragu untuk ruqyah lagi, karena ruqyah terakhir kemarin dan ruqyah sebelum sebelumnya, saya selalu babak belur. Tidak hanya dipencet, pukul, pijat pun tidak hanya dikaki, tapi semua bagian tubuh saya sampai memar semua, bahkan wajah saya juga dipencet pencet dengan keras dibeberapa titik. Bener2 dihajar dan dikeroyok kalo sudah reaksi. Sehingga setelah ruqyah badan saya remuk semua rasanya.”
“Jinnya blm keluar?” tanya saya.
“jin nya kesakitan luar biasa, saya juga sakit ga karuan, tapi tetap jin nya ga bisa keluar”, jawabnya
“Ini temen2 ikut hadir, buat jaga-jaga dan bantu pegangin, kalau saja nanti saya reaksi keras seperti kemarin,” tambahnya sambil menoleh ke beberapa ikhwan yang mengelilingi kami berdua.
Wah bakal rame nih.
Lalu saya tanya beberapa hal, untuk diagnosa awal, dan mencari sumber gangguannya sebelum ruqyah dimulai.
Setelah beberapa dialog, saya tanya, “Apa perasaan antum sekarang?”
“Rasanya, Saya marah sekali sekarang, saya ingin sekali menyerang ustad.” Jawabnya. Nafasnya mulai berat, sorot mata mulai tajam dan kulit wajah memerah. Saya lihat beberapa ikhwan siaga satu.hehe.
“Mas, coba mundur sedikit, geser posisi duduk agak mundur.” Pinta saya. Maksud saya kalo dia mukul, biar lebih susah menjangkau saya. Dengan wajah masih menahan emosi, dia mengeser posis duduknya agak menjauh.
Lalu…
“Mas, tahan sebentar. Dengarkan saya. Sekarang saya minta antum tahan tangan dan kaki antum. Boleh marah atau reaksi apapun, tapi tangan dan kaki tahan sekuat tenaga tidak bergerak. Antum tidak boleh bergeser dari tempat duduk antum. Ingat, tahan tangan dan kaki. Paham? kalo antum tidak bisa mengendalikan diri, ruqyah kita hentikan dan kita lanjutkan lain waktu saja. Bisa?”, pinta saya mengawali proses.
Dia mengangguk dan masih dengan ekspresi sangat marah. Tangannya semakin menegang karena menahan agar tangan tidak bergerak.
“Mas, lihat ke arah saya, fokus dan jangan mengalihkan pandangan, biarkan jin nya marah se-marah-marahnya, tapi tahan tangan dan kaki.”
Sesaat kemudian dia semakin beringas, mendesis, badannya bergetar seperti ingin bergerak menyerang. Saya tetap bilang, “Tahan sekuat antum, dia lemah in syaa Alloh”
Lalu saya bacakan beberapa ayat pendek.
Matanya mulai berair dan mengalir deras, dan mulai muntah.
“jangan alihkan pandangan, biarkan dia marah tapi tahan tangan”,sambil sy bacakan beberapa ayat pendek.
Lalu saya dekati dia dari arah belakang, saya usap sepanjang tulang belakang dan sy pencet dibeberapa titik dipunggung dan terakhir ditengkuknya. Dia semakin muntah-muntah. Dan tetap saya bilang “ tahan tangan dan kaki”
Setelah beberapa saat muntah-muntah, tangan dan kaki dia masih kuat tertahan. Saya duduk didepannya. Lalu saya sampaikan ke jin nya.
“bismillah. Belum cukup?bukan kah sudah sampai padamu nasihat dan peringatan?, apakah akan kita teruskan perkelahian ini?
Psywar mode on
“In syaa Alloh kami semua disini jauh lebih mudah untuk memukulmu sekarang, kami bisa bergantian memukuli kamu, dan kamu tidak bisa melawan in syaa Alloh. Tubuh yang kamu tempati pun lebih kuat dari yang kau kira, bahkan sekarang kamu menggerakkan tangannya pun tidak bisa.”
“Gimana, kamu keluar baik-baik atau kita teruskan “perkelahian” ini.”
Sesaat kemudian, tubuhnya mengejang kuat sekali. Dan wwuuusssss… (hiperbola)
Matanya kembali normal dan dia noleh ke semua ikhwan yang hadir.
“Alhamdulillah, dia keluar ustadz.”
“Dia keluar”, katanya sambil tersenyum ke semua yang hadir.
“Selama ini saya tidak bisa mengendalikan diri saat ruqyah dan tidak dibimbing untuk mengendalikan diri, dan secara sengaja dibiarkan dalam kondisi reaksi frontal. ternyata saya bisa menguasai diri” terangnya.
Alhamdulillah ‘ala kulli hal.
(sebenarnya ada videonya, Cuma kehapus.hikss)
Dalam kasus diatas, style menghajar, kekerasan, pukulan dan jurus-jurus beladiri tidak digunakan karena pendekatan yang lebih simple ternyata bisa dipilih. Pilihan tersebut karena pada dasarnya pasien bisa mengendalikan diri, jika dia diarahkan. Persoalannya karena sering kali peruqyah tidak mengarahkan dan membimbing pasien agar memiliki kemampuan mengendalikan diri. Bahkan terkadang reaksi frontal justru dicari dan jadi ukuran keberhasilan ruqyah. Saya cenderung memilih bahwa reaksi bukan lah sasaran ruqyah, tapi kesembuhan lah yang dicari. Dan jin bisa lepas, keluar, dengan atau tanpa reaksi, in syaa Alloh. Wallohu’alam
Pertanyaan penting dalam hal ini adalah bukan kah ada contoh dari nabi, beliau memukul, demikian juga dengan Ibn Taimiyah, misalnya.?
Jika kita perhatikan hadits hadits ttg ruqyah maka kita temui beberapa kondisi berikut :
- Kadang Nabi meniup, meludahi, memikul dan mengusap
- Kadang Nabi hanya membacakan rangkaian ayat
- Kadang Nabi mengajarkan doa pada “klien”, lalu disuruh baca sendiri
- Kadang Nabi hanya memberikan nasihat kesabaran dan sangat memperhatikan psikis “pasien”
- Kadang Nabi menyuruh orang lain untuk meruqyah, atau merekomendasikan pasien untuk menemui sesorang untuk berobat
- Kadang Beliau memberi terapi yang berbeda untuk hasil diagnosa yang sama
Jika kita perhatikan dalam hadist-hadist ruqyah, kita dapati keenam kondisi diatas dilakukan oleh Nabi saat bertemu dengan seseorang yang membutuhkan bantuan. Setiap kasus disikapi dengan cara spesifik, sesuai kadar kebutuhan. Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa Nabi benar2 memperhitungkan apa yang akan beliau lakukan dan sarankan untuk orang yang membutuhkn bantuan tersebut.
Ruqyah adalah pengobatan yang penuh perhitungan, menerapkan kaidah-kaidah pengobatan dengan teliti dan cermat.
Kita menempatkan ruqyah sebagai bagian dari ilmu pengobatan dan dakwah, oleh karenanya kita perlu membawa style seorang terapis dan pendakwah sekaligus. Sebagai terapis, peruqyah berpikir keras memberikan jalan keluar bagi pasien, sebagai pendakwah, peruqyah membimbing dengan hati agar pasien menerima seruan dan siap untuk hijrah menuju kebaikan.
Wallohu a’lam.
Ust Nadhif
Posting Komentar untuk "Perlukah 'Kungfu' Dalam Ruqyah? Meruqyah Pasien Dengan Reaksi Frontal & Keras"
Komentar anda akan di moderasi dulu oleh admin, terima kasih.